You will never walk alone

Sabtu, 02 Oktober 2010

FARMAKOLOGI

Oleh : Agung Prabowo CDW (NIM. 091.0006)

STIKES Hang Tuah Surabaya –

Prodi: S1 Keperawatan



OBAT-OBAT GINJAL



Obat-obat Antihipertensi




HIPERTENSI & PENGATURAN TEKANAN DARAH


Diagnosa


Diagnosa hipertensi ini didasarkan pada pengukuran berulang-ulang dari tekanan darah yang meningkat.Diagnosa diperlukan untuk mengetahui akibat hipertensi bagi penderita dan jarang untuk menetapkan sebab hipertansi itu sendiri.

Penelitian epidemologi menunjukkan bahwa resiko kerusakan ginjal, jantuing, dan otak berkaitan secara langsung dengan besarnya peningkatan tekanan darah. Bahkan hipertensi ringan (tekanan darah > 140/90 mmHg) pada dewasa, muda ataupun usia pertengahan akhirnya akan meningkatka resiko kerusakan alat-alat tubuh.Resiko-resiko tersebut karenanya perlu segera mendapat terapi secara proporsional meningkat sesuai dengan besarnya kenaikan tekanan darah.Resiko kerusakan end organ untuk setiap tingkat tekanan darah atau umur lebih besar pada kulit hitam dan relatif lebih kecil pada wanita pre-menopause disbanding pria. Faktor resiko positif lainnya adalah perokok, hiperlipidemia, diabetes, dan adanya riwayat keluarga penderita penyakit kardiovaskular.

Harus diingat bahwa hipertensi dinyatakanberdasar pengukuran tekanan darah dan bukan pada gejala yang dilaporkan penderita. Sering hipertensi tidak memberikan gejala (asimtomatik) sampai terjadi atau telah terjadi kerusakan end organ.


Etiologi Hipertensi


Suatu penyebab khusus hipertensibhanya dapatvditemukan pada 10-15% penderita. Namun, perlu dipertimbangkan penyebab yang bersifat individual untuk setiap penderita, karena beberapa di antaranya dapat diperbaiki dengan tindakan bedah: konstriksi arteri ginjal, koarktasi aorta, feokromositoma, penyakit Cushing dan aldosteronisme primer.

Penderita-penderita yang tidak diketahui penyebabnya disebut penderita hipertensi esensial. Umumnya peningkatan tekanan darah ini disertai peningkatan umumresistensi darah untuk mengalir melalui arterioli, dengan curah jantung yang normal. Penelitian-penelitian yang seksama terhadap fungsi sistem saraf otonom, reflek baroreseptor, system renin-angiotensin-aldosteron, dan ginjal telah gagal mengidentifikasi suatu kelainan primer penyebab meningkatnya resistensi pembuluh darah tepi pada hipertensi esensial.

Peningkatan tekanan darah biasanya disebabkan kombinasi berbagai kelainan (multifaktorial). Bukti-bukti epidermiologik menunjukkan adanya factor keturunan (genetik), ketegangan jiwa, dan factor lingkungan dan dan mkakanan (banyak garam dan barangkali kurang asupan kalsium) mungkin sebagai kontributor berkembangnya hipertensi. Tekanan darah tidak meningkat pada orang-orang berumur dengan menu harian garam kadar rendah. Penderita hipertensi yang labil tampak lebih mungkin untuk mengalami peningktan tekanan darah setelah makan banyak garam dibandingkan control normal.


Pebgaturan Tekanan Darah yang Normal

Menurut persamaan hidrolik, tekanan darah arterial (BP) adalah berbanding langsung dengan hasil perkalian antara aliran darah (curah jantung,CO) dan tahanan lewatnya darah melalui arteoli prekapiler (tahanan vascular perifer,PVR) :


BP = CO x PVR


Secara fisiologi, pada orang normal maupun hipertensi, tekanan darah dipertahankan oleh pengaturan setisp waktu (moment-to-moment regulation) terhadap curah jantung dan tahanan pembuluh darah tepi, yang dilakukan pada 3 tempat anatomis yaitu: arterioli, venul pascakapiler (pembuluh-pembuluh kapasitan), dan jantung. Suatu tempat anatomis yang keempat, ginjal, berfungsi untuk mempertahankan tekanan darah dengan mengatur volume cairan intravascular. Barorefleks, yang diperantarai oleh saraf simpatis, bekerja secara kombinasi dengan mekanisme humoral, termasuk system renin-angiotensin-aldosteron, untuk fungsi koordinasi keempat tempat control tekanan darah tersebut dan untuk mempertahankan tekanan darah normal.


Implikasi Terapeutik


karena terapi antihipertensi biasanya tidak ditujukan pada suatu penyebab yang khusus, maka terapi ini perlu mengandalkan pada gangguannya terhadap mekanisme fisiologi normal yang mengatur tekanan darah. Terapi antihipertensi diberikan pada penderita yang tidak ada keluhan, dimana terapi ini tidak memberikan kesembuhan keluhan secara langsung. Sebaliknya, keuntungan penurunan tekanan darah terletak pada pencegahan penyakit dan kematian pada waktu dimasa datang. Kecenderungan alami manusia untuk menimbang rasa tidak enak yang ada sekarang lebih penting daripada keuntungan masa depan berarti bahwa suatu problem utama dalam terapi antihipertensi adalah bagaiman memberikan secara konsisten, terapi obat yang efektif selama bertahun-tahun dalam suatu regimen perlu dipatuhi oleh penderita.


Adalah sangat penting untuk mempertimbangkan resiko-resiko toksisitas terapi obat terhadap resiko yang asa bila tidak diobati, yang sebanding dengan besarnya peninggian tekanan darah sebelum diobati dan bervariasi menurut keadaan penderita secara perorangan. Dengan demikian, tidak ada satupun cara pengobatan hipertensi yang cocok untuk semua penderita dan biasanya satu cara pengobatan hipertensi hanya cocok untuk kelompok kecil penderita saja.


FARMAKOLOGI DASAR OBAT-OBAT ANTIHIPERTENSI


Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau lebih dari empat kontrol anatomis dan menghasilkan efeknya dengan mengganggu mekanisme pengaturan tekanan darah yang normal. Suatu klasifikasi yang berguna dari obat-obat ini membaginya dalam kategori menurut tempat pengaturan atau mekanisme kerjanya sama, obat-obat dalam setiap kategori cenderung untuk menghasilkan suatu spektrum toksisitas yang mirip. Kategori-kategori tersebut meliputi:

  1. Diuretika, yang menurunkan tekanan darah dengan menghabiskan natrium tubuh dan mengurangi volume darah serta barangkali juga dengan mekanisme-mekanisme lainnya

  2. Obat simpatopeglik, yang menurunkan tekanan darah dengan cara mengurangi resistensi vaskular tepi, menghambat fungsi jantung, dan meningkatkan penyimpanan darah vena yang besar. (kedua efek terakhir mengurangi curah jantung)

  3. Vasodilator langsung, yang mengurangi tekanan dengan cara merelaksasi otot polos vaskular, sehingga mendilatasi pembuluh resisten dan sampai derajat yang berbeda-beda meningkatkan juga kapastian.

  4. Obat-obat yang menghambat produksi dan kerja angiotensin dan oleh karena itu mengurangi tahanan perifer vaskular dan tekanan darah (secara potensial)


Mekanisme Kerja dan Efek Hemodinamik Diuretika


Diuretika menurunkan tekanan darah terutama mengosongkan simpanan narium tubuh. Mula-mula, diuretika menurunkan tekanan darah dengan mengurangi volume darah dan curah jantung. Resisten vaskuler meningkat. Setelah 6-8 minggu, curah jantung kembali ke arah normal sedangkan resistensi vaskular perifer menurun. Natrium diperkirakan berperan dalam resistensi vaskular dengan meningkatkan kekakuan pembuluh darah dan reaktifitas saraf, kemungkinan berhubungan dengan peningkatan pertukaran natrium-kalsium yang menghasilkan suatu peningkatan kalsium intraselular. Efek ini dilawan oleh diuretika atau pembatasan natrium.

Beberapa diuretika memiliki efek vasodilatasi langsung di samping kerja diuretikanya. Indapamid adalah suatu sulfonamid diuretika nontiazid yang memiliki kedua efek diuretika dan aktifitas vasodilator. Sebagai akibat dari vasodilatasi, curah jantung tetap tidak berubah atau sedikit meningkat. Amilorid menghambat respon otot polos terhadap rangsangan kontraktil, mungkin melalui efeknya pada gerakan kalsium transmembran dan intraselular yang tidak tergantung dari aksinya pada ekskresi natrium.

Diuretika efektif menurunkan tekanan darah sebesar 10-15 mmHg pada sebagian besar penderita, dan diuretika sendiri sering memberikan hasil pengobatan yang memadai untuk hipertensi esensial ringan dan sedang. Untuk hipertensi yang lebih berat, diuretika digunakan dalam kombinasi dengan obat simpatoplegik dan vasodilator untuk mengontrol kecenderungan terjadi retensi natrium yang disebabkan oleh obat-obat tertentu. Kemampuan vaskular yaitu, kemampuan untuk kontriksi atau berdilatasi dikurangi oleh obat-obat simpatoplegik dan vasodilator, sehingga pembuluh darah berlaku seperti suatu tabung yang tidak fleksibel. Sebagai akibatnya, tekanan darah menjadi sangat peka terhadap volume darah. Jadi, pada hipertensi berat, dimana banyak obat yang digunakan, tekanan darah bisa dikontrol dengan baik bila volume darah adalhah 95% dari normal tetapi sukar dikontrol bila volume darah adalah 100% dari normal.


Pemilihan Diuretika


Diuretika tiazid adalah cocok untuk kebanyakan penderita hipertensi ringan dan sedang dengan fungsi ginjal dan jantung yang normal. Diuretika-diuretika yang lebih kuat (misalnya, bekerja pada lengkung) diperlukan pada hipertensi berat, diman obat yang multipel dengan sifat-sifat menahan natrium digunakan dalam pengobatannya; pada insufiensi ginjal, ketika kecepatan filtrasi glomerulus kurang dari 30 sampai 40 mL/menit, dan pada payah jantung atau sirosis hati, dimana natrium sangat mencolok.

Diuretika hemat kalium berguna untuk menghindari kehilangan kalium yang berlebihan, terutama pada penderita yang sedang mendapat terapi digitalis, dan untuk mempertinggi efek natriuretik dari diuretika lainnya.

TOKSISITAS DIURETIKA

Didalam pengobatan hipertensi, efek tak diinginkan dari diuretika yang paling sering (kecuali diuretika hemat kalium) adalah pengosongan kalium. Walaupun hipokalemia ringan dapat ditoleransi dengan baik banyak penderita hipokalemia bisa berbahaya pada penderita yang sedang mendapat terapi digitalis, penderita dengan aritmia jantung kronis atau penderita dengan infark miokard akut. Hilangnya kalium bergandengan dengan reabsorpsi natrium, dan karena itu pembatasan asupan natrium dalam diet akan meminimalkan kehilangan natrium. Diuretika juga bisa menyebabkan pengosongan magnesium, merusak toleransi glukosa, dan meningkatkan lip[id serum dan konsentrasi asam urat. Kemungkinan peningkatan resiko dalam penyakit arteri koroner berkaitan dengan efek metabolik diuretika masih dalam penyelidikan. Namun, telah didapatkan bahwa penggunaan dosis rendah mengecilkan efek samping metabolik tanpa mengganggu efek antihipertensinya.


OBAT-OBAT SIMPATOLEGIK YANG BEKERJA SENTRAL

Mekanisme & Tempat kerja

Metildopa dan klonidin mengurangi aliran simpatis dari pusat-pusat vasopresor didalam batang otak tetapi menyebabkan pusat-pusat ini tetap atau bahkan meningkatkan kepekaannya kepada kontrol baroreseptor. Sesuai dengan itu, antihipertensi dan kerja toksik obat-obat ini umumnya tidak begitu tergantung pada psisi tubuh dibandingkan efek obat-obat seperti guanetidin yang secara langsung bekerja pada saraf simpatis tepi.

METILDOPA

Metildopa bermanfaat dalam pengobatan hipertansi ringan sampai sedang. Metildopa menurunkan tekanan darah terutama dengan mengurangi tahanan pembuluh darah tepi, dengan suatu frekuensi pengurangan denyut jantung dan curah jantung yang bervariasi.

Refleks-refleks kardiovaskular umumnya tidak terganggu setelah pemberian metildopa, dan penurunan tekanan darah tidak sangat tergantung pada posisi tegak. Hipotensi postural (ortostatik) kadang-kadang terjadi, terutama pada penderita kurang cairan. Suatu keuntungan dengan metildopa adalah karena metildopa menyebabkan penurunan resistensi vaskular ginjal.

Farmakokinetik & Dosis

Metildopa memasuki otak melalui suatu pompa yang mentranspor secara aktif asam-asam amino aromatik. Suatu dosis oral metildopa menghasilkan efek antihiprtensinya yang maksimal dalam waktu 4-6 jam, dan efeknya bisa menetap srampai paling lama 24 jam. Karena efek tersebut terantung pada akumulasi suatu metabolit alfa-metilnorepinefrin, kerja tersebut masih menetap setelah obat asal hilang dari sirkulasi.

Efikasi maksimal metildopa dalam menurunkan tekanan darah adalah terbatas. Pada kebanyakan penderita, dosis 2 gram atau kurang akan akan menghasilkan penurunan yang maksimal pada hipertensi, jika masih tidak memuaskan, dosis yang lebih tinggi biasanya tidak akan memberikan efek yang lebih baik. Dosis terepeutik biasa adalah lebih kurang 1-2 gram perhari peroral dengan dosis terbagi. Pada banyak penderita terapi sekali sehari cukup efektif.

Toksisitas

Kebanyakan efek tak diinginkan dari metildopa adalah berhubungan dengan sistem saraf pusat. Di antaranya, yang paling sering adalah sedasi yang hebat, terutama pada saat permulaan pengobatan. Dengan pengobatan jangka panjang, penderita dapat mengalami kelemahan mental dan kerusakan konsentrasi mental. Mimpi buruk, depresi mental, vertigo, dan tanda-tanda ekstrapiramidal bisa terjadi tetapi jarang. Laktasi, oleh karena peningkatan sekresi prolaktin, dapat terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Toksisitas ini mungkin disebabkan suatu hambatan terhadap mekanisme dopaminergik di hipotalamus.


KLONIDIN

Penelitian-penelitian hemodinamik menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah oleh klonidin dihasilkan oleh pengurangan curah jantung yang disebabkan oleh penuunan frekuensi jantung dan relaksasi vena-vena kapasitan, dengan suatu penurunan resistensi vaskular perifer, khususnya ketika penderita dalam posisi berdiri (ketika tonus simpatis biasanya meningkat).

Penurunan tekanan darah arteri oleh klonidin disertai oleh penurunan tahanan vaskular ginjal dan aliran darah ginjal tidak terganggu. Seperti dengan metildopa, klonidin mengurangi tekanan darah posisi terlentang dan jarang sekali menyebabkan hipotensi postural. Efek presor klonidin tidk terlihat setelah pemberian dengan dosis terapi, terapi pada overdosis dapat terjadi hipertensi berat.

Farmakopkinetik dan dosis

Pada orang sehat, ketersediaan hayati klonidin rata-rata 75% dan waktu paruh adalah 8-12 jam. Kira-kira separuh dari klonidin dieliminasikan tanpa diubah melalui urin, hal ini menunjukkan bahwa dosis klonidin yang lebih rendah dari dosis biasa mungkin efektif pada penderita insufiensi ginjal.

Klonidin bersifat larut lemak dan secara tepat dapat masuk otako melalui sirkulasi. Karena waktu paruhnya yang relatif pendek dari kenyataan bahwa efek antihistaminnya berhubungan lansung dengan kadar darah, maka klonidin harus diberikan dua kali sehari untuk mempertahankan kontrol tekanan darah yang baik. Dosis terapeutik klonidin biasanya antara 0,2 – 1,2 mg/hari. Namun, pada kasus metildopa, kurva dosis respons klonidin menunjukkan bahwa klonidin akan lebih efektif efek antihipertensinya bila dosis ditingkatkan (demikian juga lebih toksik). Dosis maksimal yang dianjurkan adalah 1,2 mg/hari.

Suatu sediaan klonidin transdermal yang mengurangi tekanan darah selama 7 hari setelah suatu aplikasi tunggal juga tersedia. Sediaan ini tampaknya kurang memberikan sedasi daripada tablet klonidin tetapi sering dihubungkan dengan reaksi kulit setempat.

Toksisitas

Mulut kering dan sedasi merupakan efek toksik yang sering timbul. Kedua efek tersebut diperantarai secara sentral dan tergantung pada dosis serta kadang-kadang bersamaan dengan efek antihipertensi klonidin.

Klonidinntidk boleh diberikan pada penderita yang mempunyai resiko depresi mental dan obat harus dihentikan bila depresi mental terjadi selam masa terapi dengan klonidin. Terapi bersamaan dengan antihiperdepresan trisiklik dapat menghambat efek antihipertensi klonidin. Interaksi tersebut diperkirakan disebabkan oleh aksi trisiklik yang memblokade adrenoseptor alfa.

Penghentian klonidin setelah penggunaan yang lama, terutama dengan dosis tinggi (lebih besar dari 1 gram/hari), dapat menyebabkan krisis hipertensi yang sangat berbahaya bagi penderita, diperantarai oleh aktifitas saraf simpatis yang meningkat. Penderita memperlihatkan tanda-tanda gugup, takikardia, sakit kepala, dan berkeringat setelah menghentikan satu atau dua dosis klonidin. Walaupun insiden hipertensi krisis yang berat tidak diketahui, tetapi cukup tinggi untuk mengharuskan dokter memperingatkan penderita tentang kemungkinan terjadinya krisis hipertensi pada penghentian obat klonidin secara mendadak. Jika obat tersebut dihentikan, obat hgarus dikurangi perlahan-lahan sementara obat antihipertnsi lainnya mulai diberikan. Pengobatan krisis hipertensi terdiri dari adalah dengan cara memberikan kembali terapi klonidin atau penghambat alfa dan beta adrenoseptor.


Antagonis Adrenoreseptor

1. PROPANOLOL

suatu obat penghambat adrenoreseptor beta, yang sangat berguna untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi sedang. pada hipertensi berat, propanolol terutama berguna untuk mencegah terjadinya refleks takikardia yang sering timbul pada pengobatan dengan vasodilator.

mekanisme kerja

  • Antagonis reseptor beta1 dan beta2 (beta bloker tidak selektif)

  • Menghambat stimulasi produksi renin oleh ketekolamin (beta1) menekan sistem RAAs

farmakokinetik
  • Dosis p.o > i.v ok first passed effect yg ekstensif

  • Masa kerja obat 3-6 jam

  • Larut dalam lemak & mudah menembus SSP

  • Dosis: awal 80 mg/hari (dosis terbagi); efektif 80-480 mg/hari


efek samping obat

Bradikardi, masking effect hipoglikemia, mimpi buruk, depresi mental

2. METOPROLOL
  • Potensinya sama dengan propanolol dalam menghambat beta1 dan 50-100x <>beta2

  • Dosis: 100-450 mg/hari

3. ATENOLOL

  • beta1 bloker selektif

  • Aman digunakan pada pasien yg mengalami bronkokontriksi dan DM

  • Dosis: 50mg/hari


4
. OBAT-OBAT PENGHAMBAT alfa1

Mekanisme kerja
  • Menghambat reseptor alfa1 pada arterio dan venula sehingga bisa menurunkan tekanan arteri dengan dilatasi pembuluh darah resistan maupun kapasitan

  • Tekanan darah bisa turun lebih banyak pada posisi berdiri

  • Efektif bila dikombinasi dengan diuretika ataupun beta bloker


Farnakokinetik
  1. PRAZOSIN

  • Metabolisme filtrasi besar

  • Absorbsinya baik & masa kerja obat 3-4 jam

  • Dosis: mulai dosis rendah 1 mg 3x1 untuk mencegah hipotensi postural dan sinkope; dosis maksimal 5-20 mg/hari

  1. TERAZOSIN

  • Metabolisme filtrasi sedikit

  • Masa kerja obat 12 jam

  • Dosis: 1x sehari, 5-20 mg/hari

  1. DOKSAZOSIN

  • Masa kerja obat 22 jam

  • Dosis awal 1 mg/hari (1x1), ditingkatkan menjadi 4 mg/hari


5. CALCIUM CHANNEL BLOCKER

  1. Golongan dihydroperidin

  • Misal: nifedipin, amlodipin, felodipin, isradipin, nikardipin

  • Efektif sebagai vasodilator, depresi jantung lemah dibanding verapamil & diltiazem

  • Dosis: Amlodipin 5-10 mg 1x1, Nifedipin 20-40 mg/8jam p.o, Diltiazem 30-80 mg/8 jam p.o

  1. Golongan non dihydroperidin

  • Misal: Verapamil & Diltiazem

  • Verapamil menurunkan denyut jantung dan curah jantung

  • Diltiazem memiliki kerja intermediate

  • Efek samping: cardiac arrest, bradikardi, flushing, edema, pusing, konstipasi


6. ACE-Inhibitor

  • Menurunkan tekanan darah dengan mengurangi tahanan vaskular perifer

  • Curah jantung & denyut jantung tidak berubah

  • Menurunkan proteinuria & memperbaiki fungsi ginjal dengan cara menurunkan resistensi arteriol efferent glomerulus.


  1. KAPTOPRIL

  • Menghambat enzim yang menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II

  • Absorpsi cepat dengan bioav 70%

  • Bioav berkurang 30-40% bila diminum bersama makanan

  • Dosis: awal 25 mg 2-3x, 1-2 jam sebelum makan


  1. ENALAPRIL

  • Prodrug, diesterifikasi menjadi analaprilat (penghambat CE)

  • Rute: IV biasanya untuk Hipertensi yg sifatnya emergency


  1. LISINOPRIL
  • Absorpsi lambat

  • Dosis: 10-40 mg/hari



Kepustakaan:

Kaztung G.Bertran.2002.Farmakologi dasar dan klinik.Buku 2 Edisi 8.Salemba Medika;Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar